Sendiri adalah Pasti
Harusnya ini sudah diposting dari jauh hari. Tapi, ya seperti biasa paket internet habis dan ketika ada WiFi saya malah lupa untuk menulis dan membagikannya. Karena kurang etis saat ada orang yang berbicara saya malah asik dengan gadget sendiri. Memang sedang tidak berselancar di dunia Maya atau yang sejenisnya, tapi orang mana tahu apa dibalik jari-jari yang menari diatas layar kalau bukan main sosmed, istilahnya.
Ini tanggal delapan Mei dua ribu dua puluh satu. Sehari sebelum usia saya genap 24. Saya tahu betul itu usia yang sudah cukup banyak dalam konteks sosial masyarakat. Apalagi saya perempuan, Indonesia pula. Harus sudah menikah dan punya anak. Betapa malangnya nasib para perempuan yang ada disini. Mempunyai tenggat waktu kasat mata.
Sayangnya saya dihadapkan oleh kenyataan itu. Jika orang-orang bertanya, akan jadi apa? Dan bagaimana selanjutnya justru malah menjadikan saya tidak tahu apa-apa. Semakin kesini, justru malah tidak menemukan jalan yang tepat. Sebab antara ekpektasi dan realitas kadang sulit untuk bertemu. Mau tidak membuktikan tapi kita terus tertekan.
Jadi, saya sudah bersiap. Apapun pertanyaan orang-orang, yang perlu saya pastikan adalah. Saya siap pada segala fase itu. Namun, jika belum harus nya saya tidak memaksakan kehendak. Jika waktunya belum datang seyogyanya saya tidak boleh terpaku dan tidak melakukan sesuatu karena takut diburu waktu. Yang saya dan orang-orang harus tahu, kapanpun masanya saya harus siap. Orang-orang tak perlu kesiapan itu karena mutlak ini hidup saya.
Orang-orang hanya perlu tahu, saya bukan orang yang konservatif hanya karena saya tetap menjalankan kehidupan seperti selayak nya manusia yang punya target. Yang mereka harus tahu, saya tetap berjuang dengan segala step dalam hidup saya. Memang tidak penting untuk mereka tahu, tapi karena mereka ingin ya itu mungkin hal yang mereka-hanya-boleh tahu tentang saya. Tidak lebih dan saya terbuka untuk itu.
Saya tetap yakin beberapa dari kita lupa kalau-kalau hidup ini dasarnya adalah perjalanan mandiri. Sendiri tanpa siapapun, tidak butuh orang lain untuk mengangkat kepala sendiri. Orang lain sifatnya mendukung bukan yang utama. Karena mereka juga punya kehidupan sendiri yang harus mereka penuhi standarnya masing-masing.
Akan sangat mudah jika itu terpatri baik-baik di benak setiap orang. Kita akan mengambil bagian kita atas hidup orang hanya sebagai sistem pendukung. Bukan main system', dengan begitu kita lebih mudah menghargai kehidupan orang lain dan bersyukur atas hidup kita. Lebih lancar untuk satu hari ke hari yang lain. Menjadi sangat semangat karena tak perlu takut akan apa yang ada diluar diri sendiri.
Sebab kita semua sudah paham, bagaimana cara untuk melanjutkan hidup selayaknya manusia yang punya nilai dalam diri. Bukan hanya iri dan dengki. Jika ditanya usia hidup di bumi dengan kondisi seperti itu. Maka semua orang sepertinya akan memilih untuk menghabiskan seratus tahun lamanya. Atau bahkan tidak mati, karena saking damainya. Tapi, tetap saja itu hanya opini tentang jika dan hanya jika, kita tahu pasti jika semua orang akan mati.
Comments
Post a Comment