Pilihanku sudah benar?
Diruangan pengap dengan pendingin yang mati itu situasi yang serba menyiksa. Tapi, apa boleh buat setidaknya ruangan ini lebih tenang dibandingkan di luar sana. Semua alat ku keluarkan, laptop dinyalakan lalu pengisi daya ku tancapkan. Sambil sesekali melihat notif hp yang dari tadi muncul, ya ada pop up.
Harusnya pesan ini tidak ku jawab langsung karena situasi ku sedang mengerjakan sesuatu. Durasinya juga tak banyak, yang dikerjakan juga tak mudah. Tapi, kalau sampai seseorang bertanya di waktu sepagi ini artinya kerisauan sudah ditahan paling tidak sejak dini hari.
Benarkah yang kujalankan saat ini?
Pertanyaan inti yang sangat berat. Aku hampir hampir tidak sanggup menjawabnya. Tapi, lamat lamat kupahami situasi yang digambarkan. Sambil mendengar lantunan lagu hati hati di jalan, seperti itu aku mengartikan apa yang kubaca dari pesan yang coba disampaikan teman ku di pulau seberang.
Bagaimana mungkin aku bisa menjawabnya benar atau tidak, sementara yang menjalankan bukan aku. Disituasi itu aku hanya mencoba memahami kalau memang dia sedang mengalami kesulitan. Lalu jika diminta saran, maka kuingatkan bahwa pilihannya hari ini adalah mutlak apa yang ia putuskan di waktu lampau. Jika ada yang harus disalahkan ya dirinya sendiri.
Dari pada menyebutnya kesalahan ini adalah risiko. Dalam mata kuliah risiko yang kujalani, risiko adalah penyimpangan dari apa yang diharapkan. Ini yang kadang kurang diprediksi, atau justru diabaikan. Tapi, efeknya bisa sangat jauh kedepan. Kalau sudah begini siapa yang mau disalahkan? Tentu tidak ada. Baiknya memang menanggapi risiko ini sebagai sebuah konsekensi.
Apakah benar atau tidak, tarik lagi benang merah yang sudah carut marut tadi. Pasti ada jalan keluarnya, kuncinya jangan salahkan siapapun dan mulai buka permasalahan nya agar tidak semakin kusut masai.
Comments
Post a Comment