Do What You Can

"Do what you can "

Satu pernyataan baru ini menarik saya kepada banyak kenyataan yang nyatanya memang harus dihadapi. Dahulu, jauh sebelum hari ini kita terbiasa dengan rencana dan menyusun berbagai hal satu tahun bahkan sampai bertahun-tahun yang akan datang. Sekarang kita tetap melakukan nya namun, dengan serangkaian hal yang berbeda. 

Seberapa jauh perbedaannya? Jawabannya. Sejauh harapan dan kenyataan. Jika rencana yang dibangun A maka tak mutlak akan memperoleh A bahkan a kecil sekalipun. Hari ini kita dihadapkan dengan rencana A namun, harus siap dengan hasil X, Y bahkan Z. Perbedaannya terlampau jauh dan curam, membuat kita malas untuk banyak berharap. Sehingga yang tersisa dari setiap kita hari ini adalah "lakukan apa yang bisa dilakukan". 

Sebab tak banyak hal yang bisa berjalan bukan karena tidak mampu dalam menjalankannya. Tapi, tekanannya sudah berbeda. Daripada fokus menunggu melakukan hal besar padahal kemungkinannya hampir tidak tersentuh, baiknya untuk kita mengerjakan hal-hal kecil namun dampaknya signifikan. Hal besar kemarin bukan tidak boleh direalisasikan, hanya batasnya harus kita ingat baik-baik. Ia tak bisa dipaksakan, hanya bisa terus diupayakan.

Di waktu seperti sekarang saya sadar. Ekspektasi dan realitas harusnya memang tak boleh dicampur adukkan. Entah karena kemungkinan yang sangat tidak mungkin. Atau karena sebenarnya memang mereka tidak harus disamakan dalam satu kejadian. Realitas menarik kita pada situasi sebenarnya, namun realita tak pernah sungguh-sungguh memaksa agar ia dipilih. Itu alasan mengapa ekpektasi yang wujudnya harapan tetap diperbolehkan untuk membersamainya. 

Realita hanya mencoba memberitahu bahwa ada barometer atau hasil yang akan diperoleh jika melakukan sesuatu. Dan ekpektasi mengajarkan, kadang ada kalanya harapan yang kuat bisa menjadi bahan bakar untuk menembus realita walaupun tak selalu sama persis. 

Di penghujung tahun ini saya sadar, memaksakan kehendak dengan berusaha adalah dua hal yang berbeda. Memaksakan kehendak cenderung menunggu hal yang tidak pasti. Memaksakan diri untuk melakukan A sedang B hingga Z masih bersedia dijadikan pilihan. Namun, saya asik dengan harapan yang sudah saya bangun pada A. Saya tak ingin dibangunkan dengan harapan itu, dan sedang asik dikungkung olehnya. Sehingga melewatkan banyak hal. Termasuk menikmati hari-hari dengan baik.

Saya terlupa pada apa yang bisa saya lakukan. Beberapa waktu, dan syukurlah masih bisa menyadari kekurangan itu. Sungguh tidak ada keuntungan dari memaksakan sesuatu. Fokuslah pada hal-hal yang masih bisa dilakukan. Bukan seberapa besar keberhasilan yang akan dicapai namun, pada kenyataannya nihil. Tapi, seberapa banyak hal yang sudah selesai dilakukan. 


Comments

Popular Posts