next project

Entah sejak kapan tepatnya, saya suka membawa buku kemanapun pergi. Satu buku bacaan dan satu lagi sebuah note atau catatan kecil. Yang selalu disisipkan diantara barang-barang wajib yang selalu dibawa kemanapun. Ditemani oleh pena dan pewarna kertas minimal satu untuk sekedar menemani buku catatan yang dibawa. Jika ada kesempatan sticky note juga menjadi korban dibawa bersama buku-buku dan pena tadi. 

Menjadi pembaca yang tidak bisa dikatakan luar biasa sekali tapi, dimanapun dan kapanpun jika ada kesempatan untuk menambah bacaan rasanya sangat sayang untuk dilewatkan. Karena hanya ada dua yang tertinggal ketika kita selesai dari satu perjalanan, sebuah photo dan sebuah catatan tentang perjalanan. Mungkin kita semua punya satu peninggalan yang hampir sama yaitu photo karena semua orang bebas membawa alat bernama handphone kemanapun dan dimanapun sekarang. Tapi, hanya orang-orang tertentu yang memiliki catatan tentang perjalanan yang dia lewati.

Konsep membawa catatan sendiri seperti jurnal mungkin sudah tidak terlalu digunakan lagi. Karena sekarang sudah dibantu dengan teknologi yang menyediakan segala jaringan. Termasuk menyimpan catatan dalam handphone. Namun, ada hal-hal yang terasa lebih bermakna dan lebih diingat ketika sesuatu ditorehkan secara langsung. Perjalanan itu yang selalu saya ilhami, setidaknya saya punya catatan versi software dan hardware. Dari kedua versi tersebut saya lebih senang mengulang catatan dalam bentuk kertas karena jika dalam bentuk catatan di layar handphone rasanya tidak memiliki nilai tersendiri. 

Ada kalanya menulis dengan gadget tidak terasa mengundang perhatian. Karena orang-orang mengira kita sedang melakukan percakapan dengan orang lain di media sosial.Atau mengirimkan pesan dengan orang lain diluar sana. Padahal kita sedang mencoba menulis satu dua kalimat di dalam catatan agar tak tampak mencolok. Sebab orang-orang mengira melakukan hal yang sama seperti kebanyakan yang orang lain lakukan ketika bersama dengan benda pipih itu. 

Suara hingar-bingar dari kendaraan diseberang jalan kantor sekarang juga jadi pengiring tulisan ini. Termasuk lagu yang sedang berputar di ruangan berpendingin tempat ku duduk. Aku mengingat satu kebiasaan yang sudah empat hari ini kulakukan membawa buku bacaan kedalam ruangan ini dan menjadi perhatian semua orang. Awalnya menjadi olok-olokan karena memang tidak pernah ada yang melakukan hal tersebut. Akhirnya satu-satu bertanya itu buku apa, kira-kira apa yang harus kubaca dan hal-hal yang akhirnya berhubungan dengan buku.

Pelan-pelan, dimulai dari membawanya. Membacanya saat semua orang sibuk dengan aktivitas nya sendiri. Lalu berhenti dan menutup nya sejenak ketika ada yang mencoba berkomunikasi atau sekedar memberikan guyonannya. Akhirnya pasti ada yang bertanya apa yang sedang kau lakukan. Walaupun sudah jelas tampak kau sedang membaca. Dan akhirnya akan mendorong mereka untuk bertanya dan meminta rekomendasi tentang bacaan tersebut.

Ini bukan kali pertama hal-hal itu terjadi. Tetangga sebelah rumah juga sudah bolak-balik datang kerumah bertukar cerita tentang satu dan lain hal. Mengirim pesan lewat jejaring sosial untuk bertanya ada bahan bacaan apa lagi. Dan berakhir datang dan membawa makanan untuk bahan pengantar cerita membahas buku-buku yang sekarang justru malah menariknya yang tidak pernah tertarik sama sekali. Besok-besok rasanya aku akan tertinggal kalau sudah begini. 

Begitulah caranya orang-orang yang kita temui walaupun tidak seluruhnya akan terpengaruh paling tidak ada satu-dua diantaranya yang awalnya bertanya dan akhirnya akan menjadi orang yang tertarik akan apa yang kau bawa kemana-mana. Termasuk dari perjalanan dua tahun lalu ketika mengunjungi kota Apel nan dingin di pulau Jawa sana. Melihat bagaimana sebuah perkampungan kumuh yang disulap warna-warni dan dijadikan sebagai tempat berkumpul dan belajar. Menjadikan orang yang berkunjung walaupun tak semua bisa menyadari betapa pentingnya literasi. Betapa dimanapun dan kapanpun harusnya tak menjadi penghalang untuk menambah pengetahuan dan memberi makan benak dengan hal-hal yang bernutrisi.

Dua tahun dari saat itu, apakah anak-anak atau orang dewasa. Di dalam transportasi umum atau sedang menunggu antrean, akhirnya akan ada dari mereka yang tertarik untuk menjadi aku dan mereka yang lain. Yang akhirnya sadar dan menghantarkan mereka kepada diri mereka yang jauh lebih baik. Tidak kehilangan arah saat sedang jatuh dan tidak merasa tinggi saat banyak hal yang masih mereka belum tahu. Tentang bagaimana cara yang dimulai oleh satu orang dan yang lain tentu berbeda. Hal-hal yang ditempuh pun mungkin tak sama. Tapi, ajakan ini jelas harus ditampakkan. Walaupun tak sedikit yang mencoba menampik hal tersebut. 

Setidaknya sampai habis masa kita didalam dunia yang serba huru-hara ini setidaknya ada orang-orang yang menjadi bekas dan membekasi dirinya dengan membaca yang kita coba budayakan. Karena dengan itu kita bisa menemani dirinya walaupun kita tidak disampingnya selalu. Dengan meninggalkan ingatan tersebut maka mereka juga akan melakukan hal yang sedikit banyak sama. Dan walaupun tidak mereka lakukan untuk orang lain sederhananya mereka mengerjakan hal itu untuk diri sendiri.

Begitulah, setiap akhir dari perjalanan anak manusia. Menjadi pengingat dan mengingatkan satu dengan yang lainnya. Konklusinya, akan ada manusia lain yang membawamu pada dirimu yang sebenarnya. Walaupun hal tersebut adalah yang paling sederhana dan tidak pernah terpikirkan oleh diri kita sebelumnya.

Comments

Popular Posts