Sulung

    Seringkali menjadi yang pertama harus rela menjadi kelinci percobaan. Kalau gagal harus terima, kalau kurang beruntung harus berbesar hati. Itu yang dialami anak-anak yang lahir sebagai anak pertama. Kesalahan atau kekurang sempurnaannya dalam mencapai satu hal baiknya dapat diperbaiki oleh adik-adiknya dan kabar buruknya tidak bisa diulang oleh diri mereka sendiri. Sebab itu mereka harus menyiapkan hati yang lapang untuk menerima semua kemungkinan itu.

    Siapa yang bisa disalahkan dalam hal ini. Orangtua? Mereka juga baru pertama kali mempunyai anak, tidak benar-benar paham bagaimana mempersiapkan kemungkinan itu agar tidak dialami oleh anaknya. Fakta itu menjadikan masalah klasik ini terus-menerus terjadi pada orang yang berbeda sebab ini tak dapat dihindari oleh sebuah keluarga. Singkatnya ini adalah hal wajar jika terjadi. Yang menjadi masalah adalah sosok anak ini menjadi patokan untuk adik-adik dibawahnya. Bayangkan betapa sulitnya menjadi anak itu, harus menanggung beban moral. Padahal diri sendiri belum tentu menemukan pijakannya.

    Maka ada dua sikap yang akan muncul dari anak-anak itu. Pertama, kemungkinan mereka akan tumbuh menjadi seseorang yang bertanggung jawab besar, jarang mengeluh akan sesuatu, dan lebih banyak menyimpan segala sesuatu sendiri atau yang kedua mereka akan lahir sebagai orang yang bahkan lebih buruk dari adik-adik nya, tidak bertanggungjawab dan suka mengeluhkan segala sesuatu. Kedua hal itu lagi-lagi adalah respon yang pasti terjadi di dalam kehidupan dan orangtua tidak pernah menganggap itu adalah hal yang serius sampai suatu hari menyadari anaknya tak lagi bisa diandalkan. Menjadi pemarah dan diluar dari ekspektasi mereka.

    Karena sadar atau tidak sedari kecil kebanyakan dari kita tidak ditanamkan bahwa wajib untuk kita berdiri di kaki sendiri. Kakak itu bukan orang yang bertanggung jawab atas hidup adik-adiknya. Adik juga bukan orang yang bisa diperlakukan semaunya oleh kakak. Setiap anak harus bisa berdikari, setiap anak wajib memperjuangkan nasibnya dan belajar mandiri. Tanggungjawab moral yang ada pada diri seorang kakak bukanlah kewajiban yang harus ditunaikan, tanggung jawab itu hanya terbatas sampai pada mengarahkan. Sebab sadar atau tidak mereka akan memiliki hidup masing-masing. 

    Bayangkan jika satu orang dipaksa bertanggung jawab secara tidak langsung untuk kehidupan banyak orang. Sedangkan dia baru ingin bangkit untuk hidup mandiri? Kapan kira-kira akan selesai tanggung jawab tak kasat mata itu. Setahun? Dua tahun? Atau selamanya?. Yang pada akhirnya membakar usianya yang tak mungkin kembali sementara kehidupannya? Masih sulit untuk menemukan pijakan. Maka sekali lagi, setiap anak harus tau bahwa dirinya bertanggung jawab untuk dirinya sendiri dan apa yang ia lakukan maka akan ia peroleh hasilnya kelak. Tugas mereka bersaudara adalah saling mengarahkan dan bergandengan bukan ketergantungan yang menyebabkan pincang sebelah. 

    Kepincangan ini tentu bukan kabar baik bagi siapapun. Sebab ada yang menahan dan tertahan jauh didalam sana. Kakak akan menjadi orang yang penuh maklum tetapi banyak rahasia yang disimpan dan seorang adik akan abai terhadap tanggung jawab dan suka mengeluhkan segala sesuatunya. Maka di posisi manapun kita hari ini coba ingatkan dalam hati, bahwa kehidupan kita adalah tanggungjawab diri sendiri, orang lain sifatnya hanya mendukung bukan sebagai pemeran utama dalam menjalankan poros kehidupan kita. Sehingga di masa yang akan datang tidak ada lagi perasaan terbebani dan membebani antara satu dengan yang lain. Yang ada hanyalah saling merangkul dan memberikan dukungan satu dengan yang lainnya.

Comments

Popular Posts