Baik Tapi Bukan Kehendak
Selesai nyuci piring ditengah panas yang gak kira-kira hari ini aku gak terfikir bakalan nulis beberapa hal ini. Dua jam setelah kegiatan berjemur gak diinginkan tadi ternyata membuahkan satu hal yang mungkin tidak penting bagi sebagian orang. Tapi setidaknya tidak seperti bom waktu yang bakal meledak kalau tidak dikeluarkan dari kepala.
Setidaknya aku butuh waktu dua jam untuk menyelesaikan satu film dan mandi di siang hari entah karena ku kira panasnya akan hilang ketika aku lesehan di lantai tanpa alas atau karena memang film yang ku tonton yang membuat panasnya berbeda. Tapi apapun itu terimakasih setidaknya aku mengetik ini setelah mandi dan menyemprotkan parfum dua kali.
Aku tidak tau pasti apakah semua orang mengalami hal yang sama atau tidak. Tapi, ketika berdiam diri dan tidak sedang berbicara dengan siapapun justru membuat diri semakin lelah dan repot. Aku berkesimpulan demikian karena justru ketika diam dengan sendirinya banyak pertanyaan yang muncul dari diri sendiri dan anehnya justru diri sendiri yang menjawabnya secara tidak langsung. Jadi repot kan? Secara yang nanya diri sendiri terus endingnya diri kita sendiri yang menjawab.
Bagus ketika apa yang kita tanyakan pada diri sendiri adalah hal yang jawabannya bisa diterima. Kalau tidak? Selamat tinggal ketenangan, pertanyaan baru akan muncul lagi dan lagi yang tidak tau sampai kapan selesainya.
Beruntung hari ini pertanyaan atas itu terjawab. Padahal sudah hampir satu minggu mungkin lebih aku mempertanyakan kepada diri sendiri. Benarkah atau tepatkah? Kalau seperti ini bagaimana dan banyak pertanyaan lainnya. Benar mungkin tontonan akan menjadi tuntunan. Tapi, yang lebih tepat kalau tontonan jadi bahan kita untuk menuntut hal yang lebih jelas.
Dua film yang baru ditonton dalam kurun waktu dua minggu ini adalah pertama tentang kehidupan pernikahan yang retak karena orang lain dengan cara yang tidak baik yang kedua kehidupan rumah tangga yang sedikit goyah akibat munculnya orang lain dengan cara yang tidak bisa disalahkan aka lazim walaupun jarang.
Mudah menerima kenyataan jika suatu kehidupan rusak akibat orang yang merusak. Tapi, pernahkah terfikir jika sesuatu rusak ketika tidak ada yang menginginkan nya? Begitulah setidaknya yang diceritakan pada film pertama dan kedua. Pernyataan pertama pada film pertama dan pernyataan kedua untuk film kedua.
Yang harus dihubungkan disini adalah tentang salah satu kutipan pada bacaan di tempat lain yang mungkin bijak rasanya jika dihubungkan. Ketika kita memilih ingin hidup dengan siapapun nanti di masa depan sebagai orang yang dengannya kita menghabiskan sisa waktu yang diberikan Tuhan. Renungkan hal ini dengan baik.
Siapapun dia, seberapa besarpun anda mengasihinya dia bukan poros dunia anda. Yang jika ia hilang maka hilanglah semua. Dia hanya orang yang beruntung anda kasihi sehingga apapun perbuatannya di masa depan yang sekiranya akan membuat anda kecewa anda tidak akan hancur seketika. Sebab dia bukan poros anda.
Terimalah apapun yang terjadi. Baik dan buruk serupa tali yang melilit. Kadang justru hal yang tak pernah kita duga akan menyakiti kita justru yang menjadi alasan kita jatuh. Apapun yang terjadi di dunia ini harusnya tak pernah mempengaruhimu sebesar kau mempengaruhinya. Jadilah hidup bukan karena alasan, tapi buatlah alasan untuk tetap menghargai hidup yang istimewa. Karena yang istimewa tidak untuk semua, terpilih hanya satu dari sekian banyaknya.
Comments
Post a Comment