Rumput Tetangga Lebih Hijau
Kuning adalah warna. Tapi hijau kerap kali diambil lebih untuk memaknai suatu kejadian atau peristiwa. Rumput tetangga lebih hijau. Begitulah kira kira penggunaan kata hijau disini.
Seringnya kita lebih menyukai apa apa yang tertempel pada orang lain dibandingkan apa yang melekat pada diri sendiri. Apakah itu wajar atau justru hal yang anomali? Tentu kewajaran juga mempunyai barometer pasti.
Wajar jika kita menyukai hal-hal yang tidak kita punya. Yang namanya tidak ada pada diri kita, tentu ada keinginan untuk mendapatkan hal serupa. Kata lain dari hal ini adalah penasaran. Padahal sebenarnya kalau sudah didapat rasanya tidak sehebat itu. Dalam hal ini kasus seperti ini dianggap wajar.
Lalu bagaimana kasus yang tidak wajar? Tidak wajar, jika kita menginginkan sesuatu dan memiliki obsesi yang mendekati paksaan. Artinya kita mengupayakan mendapatkan hal yang diinginkan dengan segala cara. Baik buruk bagaimana pun caranya harus dapat. Tentu hal ini diluar batas wajar dalam mendapatkan hal yang diinginkan.
Tidak jarang justru ketika proses mendapatkan apa yang diinginkan. Orang-orang mengambil yang bukan haknya, atau malah memaksa orang untuk mengikuti kehendaknya. Hal-hal tersebut yang kemudian menjadi pemicu ketidakwajaran dalam mendapatkan suatu hal.
Selain itu ketidakwajaran ini juga menimbulkan obsesi yang tinggi. Dan tak jarang melupakan esensi apakah yang ingin diraih adalah kebutuhan atau hanya sekedar keinginan semata. Yang jika berhasil dicapai justru tak memiliki nilai apapun atau manfaat apapun.
Begitulah hebatnya suatu hal mempengaruhi tuannya. Harusnya tuannya yang berkuasa atas sesuatu. Tapi, terkadang justru sesuatu itu yang menjadi tuannya. Maka ketika dihadapkan dengan hal ini ingat apakah ketika kita mendapatkan hal baru kita siap untuk menghadapinya. Atau apakah ketika kita melepaskan sesuatu justru kita merasa lebih tenang.
Ingatlah sebab apa-apa yang telah terjadi pada diri sendiri adalah batas wajar yang bisa dimaklumi diri. Hanya rasa syukur dan berterima kasih yang dapat menjadi benteng kuat untuk nafsu yang jahat. Oleh karena itu kebutuhan dan keinginan selalu dibuat berdampingan. Mereka tak sama tapi masih tetap berdampingan. Tujuannya agar kita mampu membedakan bahwa kadar keinginan harusnya tak lebih besar daripada kebutuhan. Sehingga tidak ada pepatah lanjutan, besar pasak daripada tiang.
Comments
Post a Comment