Love,Learn and Loan

 



Belajar itu tidak mengurangi waktu - Khairunnissa

    Keberuntungan sejatinya tidak datang kepada orang secara tiba-tiba. Dia ada disemua tempat dimana orang-orang ingin mendapatkannya. Kita semua sepakat jika lebih memilih menjadi orang beruntung daripada orang pintar. Tapi kita melupakan satu hal, sejatinya keberuntungan muncul pada setiap kesempatan. Dan kesempatan harusnya selalu diciptakan. Dan belajar adalah salah satunya.

    Mungkin daripada belajar banyak dari kita lebih memilih mencintai sesuatu. Karena kata belajar sudah cukup menjadi momok menjemukan bagi kita dari mulai sekolah dasar sampai menempuh pendidikan tinggi. Padahal sejatinya ketika mencintai kita juga sedang belajar. Walaupun tak tampak, justru kita banyak mengorbankan sesuatu ketika mencintai. Entah mencintai seseorang atau suatu hal. Tapi, anehnya jika disuruh memilih kita justru lebih condong kepada pilihan mencintai bukan mempelajari (belajar). 

    Maka saat ini mulailah mencari benang merah antara belajar dan mencintai. Belajar membutuhkan pengorbanan tak jarang menyita waktu dan menguras materi. Pun dengan mencintai sesuatu, paling tidak kita menghabiskan waktu dan fikiran untuk fokus terhadap apa yang kita cintai. Hanya saja magis dari kata mencintai tampaknya lebih kuat sehingga banyak yang lebih tertarik kepadanya. 

    Padahal jika saja mencintai proses belajar, maka tak akan mendapatkan kecewa. Sekalipun tidak berhasil mencapai sesuatu di depan sana. Setidaknya ada kepingan ilmu yang tertinggal dan mungkin berguna di masa yang akan datang. Dia tidak akan membuat kita miskin dan kehilangan martabat, justru akan mendatangkan rasa hormat. Tak salah jika Allah menempatkan posisi orang yang belajar sebegitu mulia. 

    Perumpamaan itu syarat akan makna bahwa setiap proses belajar dinilai di sisi-Nya. Bukan sebagi hal yang cuma-cuma. Sebab Allah memberikan satu ungkapan istimewa tentang penuntut ilmu/orang yang belajar dari sejak muda seperti mengukir diatas batu. Akan tampak hasil ukirannya sedangkan belajar saat usia senja ibarat mengukir diatas air. Takkan tampak hasilnya sama sekali.

"Aku meninggikan beberapa derajat orang yang berilmu"

    Salah satu Ungkapan populer juga tak kalah dari seorang Imam Syafi'i : "Jika tak mampu menanggung pedihnya belajar, maka kau harus menanggung pedihnya kebodohan". Dengan syarat sebab-akibat yang diucapkan beliau jelas bahwa garansi yang ditawarkan dari keengganan kita belajar adalah kebodohan. 

    Sedangkan kebodohan mendekatkan kita pada kemiskinan sedangkan kemiskinan mendekatkan kita kepada kekufuran. Maka dengan memposisikan belajar sebagai hal yang sama dengan mencintai maka suatu saat nanti kita akan bisa menggadai ilmu yang kita punya tanpa takut habis. Sebab kekayaan intelektual adalah kekayaan yang tak pernah habis. Ketika kita meminjamkan barang, maka ia akan kembali dengan bentuk barang tapi ada sesuatu yang berkurang entah itu massa atau kualitas barang yang kita pinjamkan. Tetapi ketika kita menitipkan satu ilmu, maka bisa jadi dia akan terus berkembang dan disampaikan pada banyak orang sehingga bentuknya jauh lebih baik daripada sebelumnya.

Comments

Popular Posts