Mesin bernama Manusia

Manusia serupa mesin
Perlu perawatan dan modifikasi


Pagi tadi setelah dipaksa bangun karena kedatangan seseorang pagi-pagi sekali saya mulai memperbaiki benang-benang kusut didalam fikiran. Mencoba menarik satu kesimpulan yang mungkin diperlukan untuk menjawab pertanyaan dua tahun terakhir ini. Berapa kali saya mencoba untuk tidak terikut perasaan yang sudahlah. Tapi sebanyak kata sudah itu muncul sebanyak itu juga kata jangan menyerah itu datang. Di malam sebelumnya tidak biasa jam dua dini hari saya masih terjaga dan akhirnya mencoba tidur, sialnya harus bangun lagi di dua jam berikutnya. Tuhan maha baik. Di dini hari itu saya bermunajat bahkan saya tidak pernah mendoakan diri sendiri sekhusyuk itu, mencoba memujuk rayu dengan Nya. Berharap perjalanan mereka bukan untuk dimudahkan tapi melesat layaknya cahaya. 

Dua tahun ini saya mencoba untuk tidak berpikiran negatif dengan orang-orang yang datang dan mempercayakan dirinya diceramahi oleh saya. Karena saya yakin mereka datang karena mereka mempercayakan dirinya dipreteli oleh saya. Pelan-pelan penghargaan dua tahun terakhir saya lap dengan kain baru, padahal itu hanya debu sayang sekali jika dilap dengan kain bagus. Tapi, kenangan itu membawa kepada hari ini. Tidak pernah saya semenegangkan saat ini. Berapa banyak hal yang saya lewati entah kompetisi atau sekedar prosesi dahulu sebagai mahasiswi. Saya tidak pernah tidak tidur ketika bertanding, bahkan saat besok saya harus sidang malamnya masih asyik nongkrong di warung dimsum. Karena saya tau pasti bagaimana amunisi dan performa saya, cara mengendalikan adrenalin yang saya tidak bisa samakan dengan mereka. Perasaan paling tidak nyaman yang pernah ada selama hidup. Saya ingin mereka terbang walaupun harus dengan mematahkan sayap saya sendiri. Tapi faktanya itu tidak mungkin. 

Saya selalu ingat, bahwa sampai mencapai apapun jawabannya bukan karena hebat atau tidak nya. Tapi, daya tahan dan daya juang. Sebab, jatah gagal itu selalu tersedia sebanyak kita mencoba sebanyak itu juga ia selalu muncul. Alih-alih menyesal, justru bahan bakar yang bernama semangat semakin memanas. Kalau sudah begitu tidak mungkin mesin dimatikan. Besok-besok jangankan untuk berjalan, untuk dihidupkan kembali pasti sudah ogah-ogahan. Maka sejak mesin sudah dihidupkan, maka jangan biarkan dia rusak karena jarangnya perawatan. Sebab ketika ingin dipakai dia harus tetap sama seperti pertama ia dihidupkan. Masalahnya ada diperawatan, bukan dipemakaian.

Self atau diri sendiri adalah mesin itu. Mungkin dia akan panas saat setelah mesinnya dihidupkan. Tapi, apakah ada jaminan dia akan sama panas ketika  mesin dimatikan? Atau malah justru tidak bisa dihidupkan kembali karena jarang dipakai dan tidak terawat. Begitulah cara kerja mesin yang dianlogikan dengan mesin lain bernama manusia. Maka saat mesin masih panas jangan mendadak dimatikan tapi biarkan mesinnya menurunkan gasnya terlebih dahulu lalu mati dengan semestinya, jangan  seperti heart attack. Mendadak. Lalu semuanya tidak berfungsi.

Satu dua wajah mereka terlintas. Semoga kelak mereka menemukan apa yang namanya daya tahan dan daya juang pada apa yang mereka raih. Sama halnya dengan mesin mesin itu. Kelak mereka harus membuktikan sendiri bahwa biaya perawatan jauh lebih mahal dibandingkan harga mesin itu sendiri. Dan saat mesin mesin itu melaju mereka akan paham itu bukan sulap atau sihir, itu pekerjaan seumur hidup. Menjaga mesin yang butuh perawatan bahkan modifikasi. Sehingga di akhir cerita menjadi mesin dengan harga yang tinggi. 

Comments

Popular Posts