Kisah Romantis Nomor Satu

Kalau saya membuka Jurnal dengan cover depan London disini orang orang bakal melihat dengan tatapan aneh. Tetapi saya masih terus membawanya kemanapun dan kapanpun. Kalau bukan Jurnal London ini saya pasti membawa yang satu lagi, Kapten Amerika. Syukur masih ada aplikasi lain untuk menulis di layar pipih, jadi ide tidak terhambat. 
Bertemu dengan orang orang dan melihat sekitar yang membuat pemikiran dan tulisan mengalir. 

Kelas Ekonomi memang tidak terlalu bagus untuk kalangan orang yang memerlukan kenyamanan. Tapi cocok untuk yang menyukai semua ada semua bisa. Ada tempat dan bisa pesan begitulah kira-kira. Ditengah dingin dingin jambu. Aku memperkirakan akan sampai paling tidak 20 menit sebelum keberangkatan. Ternyata begini rasanya dibelakang Abang grep yang belum mandi, aroma tidak sedap menyapa bercampur dengan parfum tidak mahal ku. Tapi tak apa, Abang Grep dimaafkan karena gercep alias  gerak cepat.

Ternyata kode booking kereta api harus ditukarkan dalam bentuk tiket di lantai dua gedung ini menuju Kereta Api Bandara, Railink. Sebagian besar orang orang pagi ini pasti tidak tahu menahu soal ini. Terbukti masih banyak yang bingung dan celingak-celinguk mencari kemana mesin yang biasanya teronggok di depan pintu masuk stasiun. Saya seperti biasa sudah tau informasi ini tapi belum jelas benar lokasinya karena tidak ada penunjuk arah yg jelas. 

Masuklah penyakit sok pintar alias lihat kemana orang kebanyakan berjalan berarti disitu dia jawabannya. Dan benar saja beberapa laki laki menuju arah kiri setelah sampai di depan stasiun. Lalu berjalan masuk menuju lift. Dasarnya memang sudah pasang strategi aku ikut. Dan masuk bersama empat laki laki lain, ada seorang ibu dengan dua anak tak bisa masuk karena mesin naik turun ini mungkin di desain hanya cukup untuk sedikit orang.

Aku kasihan melihatnya terlihat repot dengan dua anak kecil yang kujamin anaknya itu. Tapi, anaknya jugak kooperatif tak mau kalah dengan ibunya. Padahal yang satu masih balita sepertinya sekitar 3 tahun yang satu lagi sekitar 6 atau 7 tahun. Mereka ikut saja kemana ibunya pergi padahal ibunya sempat bingung menuju arah mana dan anak anaknya sigap, tidak merengek apalagi menangis.

Pemesanan tiket di lantai dua langsung dengan pemandangan Kereta Api menuju Bandara, semoga aku naik ini menuju bandara yang entah kapan lagi. Seperti biasanya masih sempat sempatnya menghayal. Tapi tak apa gratis. Kode sudah ada, klik. Tiket keluar otomatis biasanya harus dicentang dulu baru, oke satu langkah lebih maju fikirku. Tapi, konsep nya kurang efektif karena harus bolak-balik untuk hal ini. Kalau tidak punya waktu bisa habis ketinggalan. Apalagi harus naik-turun mesin berbentuk kotak dengan kapasitas sedikit itu. Merepotkan.

Jodoh tak kemana, ketemu lagi dengan dua bocah kecil dan ibunya tadi. Aku menerobos tiga gerbong dan ketemu di pintu mereka mau naik, aku sedikit terdiam satu dua detik. Kemudian sadar dan membantu gadis kecil berbaju merah muda itu untuk naik. Ibunya tersenyum dan berkata terimakasih aku kira kami bakal satu gerbong ternyata mereka kemanan aku terus ke kiri. Dua kali fikirku. 

Semalam yg belum terlalu malam sekali aku merapatkan do'a agar satu tempat duduk dengan pria single dengan wajah menghibur iya single bukan duda apalagi punya pacar. Ternyata permintaan aneh itu tidak terkabul, saya duduk disamping Bapak bapak yang sudah beristri dan mempunyai paling tidak tiga anak.

Saya tau betul tipe orangtua. Saat pergi kemanapun persoalan anak makan pasti akan dipertanyakan. Mungkin terlihat remeh dan si anak juga pasti akan makan seperti biasa. Tetap saja orangtua akan bertanya kembali. 

"Anak gadis Papa sudah makan? Begitulah kira kira pembuka obrolan mereka. Dan diakhiri dengan kata kata ajaib,
"Do'akan Papa ya nak, kerjanya lancar biar kita bisa ketemu lagi".Jenis romantis nomor berapa ini ya, fikirku dalam hati. 
Perjalanan ini tidak menarik jika sesuai keinginan. Begitulah kira-kira yang kufikirkan. Ibu dengan dua anaknya dan Bapak dengan anak anaknya diseberang telepon sana masih dengan jenis cerita romantis nomor satu versiku. 

Selamat pagi
Sepertinya dua cerita pagi ini sudah cukup. 
Selamat beraktifitas, semoga tetap mendapatkan hikmah disetiap langkah.

Comments

Popular Posts