Hope is a Dream that Doesn't Sleep
Ini terhitung sudah larut malam, carut-marut di otak manusia harusnya sudah diistirahatkan untuk bisa diperlakukan dengan hal yang sama untuk esok hari. Tapi, sebenarnya semakin malam akan semakin liar yang ada didalam benak. Besok apa, harus apa dan bagaimana. Sebenarnya minggu ini list untuk menulis sudah terpenuhi. Tapi kenapa tengah malam malah terfikir untuk ayolah satu dua baris saja daripada tidak bisa tidur. Jadilah menulis beberapa baris sebelum bergabung dengan pekatnya malam.
Kerlip di sudut handphone terlihat dari kejauhan. Berarti ada pesan yang masuk. Entah dari Gmail, YouTube atau WA. Karena biasanya cuma dari tiga aplikasi tersebut yang mendominasi. Sebenarnya bukan dimulai di tengah malam ini tapi mundur di pagi hari sekitar jam sepuluh pagi. Saat berkutat dengan dapur dan bayam. Sementara ikan pepes dibalur dengan lulur untuk ikan. Selesai ritual dapur, satu pesan masuk. Temanku seperti biasa, mengeluh hal yang tidak-tidak.
Yan
Kau tau
Aku jumpa si X-bar
Kenal kau kan
Kawan SD kita
Udah nikah dia
Kenal nama
Lupa wajah
Ya Allah yan iya
Begitulah kira kira isi chatnya. Masalahnya bukan disitu masalah ada pada kalimat terakhir selesai chat. Ujung kalimat itu kira-kira begini
"Itulah, salah kita sebenarnya. Kebanyakan baca buku. Jadi susah menahan diri untuk tidak seperti itu."
Dan lucunya malam ini dijumpakan dengan satu postingan baru dari Andrea Hirata, salah satu penulis dan novelis terkenal. Dengan buku barunya yang kebetulan sedang open PO waktunya enam hari lagi pula. Dan setelah aku memposting ini waktunya akan bersisa 5 hari lagi. Bukan buku itu yang jadi masalah. Yang jadi masalah buku jauh sebelum buku itu. "Sang Pemimpi".
Buku ini sebenarnya yang membangunkan lagi singa yang sudah tidur tadi.
Lagi-lagi karya beliau berbicara tentang pendidikan. Kadang sedikit baper kalau sudah membacanya. Merasa seperti bagian dari buku itu. Mungkin ada benarnya. Andai dari dulu bacaannya tabloid gaul pasti besarnya pengen jadi model paling enggak hobi ngumpulin alat make-up. Atau bacaannya buku masak-masak pasti ujungnya pengen punya usaha dibidang itu. Atau paling enggak kalau ada kesempatan pasti masak-masak menu baru.
Memang benar sebagai besar hidup itu sebenarnya sudah ditentukan dari apa yang dilakukan jauh sebelum hari ini. Bukan menyesal, hanya sedikit berfikir, ternyata segitu besar pengaruh bacaan. Apalagi tontonan. Makanya tak jarang justru tontonan bisa jadi tuntunan. Memang benar mimpi itu tidak pernah benar-benar tidur. Dia hanya berhenti sebentar lalu akan ada masanya dia bangkit lagi. Entah dalam bentuk penyesalan atau kebanggaan. Yang pasti mimpi itu tidak benar-benar tidur apalagi sampai mati. Dia hanya memilih waktunya. Waktu untuk menyesal karena tidak benar-benar memperjuangkan nya atau justru sebaliknya. Sebab mimpi adalah harapan yang tidak pernah tidur.
Comments
Post a Comment