Setiap Perkataan ada Tempatnya
Akhir-akhir ini atau bisa dibilang beberapa waktu kebelakang semakin paham. Kalau setiap perkataan memang ada tempatnya tersendiri. Semakin paham kalau bicara tentang kejahatan seksual dikalangan ibu-ibu rumah tangga jelas berbeda dengan para pejuang hak hak perempuan. Tema bicaranya sama tapi cara penyampaiannya berbeda.
Beda ya kau sekarang, baik gitu terus lebih lucu gak kayak dulu. Sempat ada beberapa orang yang berbicara hal yang sama kepada saya. Awalnya mikir, memang saya yang dulu bentukannya gimana? Sampai-sampai mendapat pernyataan begitu. Ternyata, setelah saya memberanikan diri bertanya kepada mereka satu persatu saya paham. Bahwa, saya yang dulu terlalu keras pada sesuatu yang saya anggap benar, dan terlalu cuek pada perasaan pendengar saya kala itu.
Wajar saja, usia belasan menuju dua puluh. Yang, saya yakini benar tentu menjadi sesuatu yang mati-matian saya perjuangkan. Tidak ada yang benar-benar mengingatkan dan mengarahkan dengan benar kala itu. Hanya sesekali terdengar ucapan, kalau saya sombong, terlalu keras dan sebagainya. Tanpa penjelasan, tanpa isyarat yang bisa saya pahami. Kebingungan-kebingungan itu lama sekali terjawab.
Setahun belakangan saya sadar semua yang saya bicarakan belum tentu menarik untuk orang lain. Walaupun, akan terkesan ingin disukai semua orang. Tapi, sebenarnya itu cara untuk memperkecil konflik, bukan takut terhadapa konflik hanya berusaha menghadapi sesuatu seringan mungkin. Saya akan jadi manusia yang paling sangat bisa menjawab godaan dengan menampilkan balasan candaan yang sarkas tetapi tidak menyakiti. Bagaimana bisa? Entahlah tapi sekarang sangat bisa.
Lalu mendadak berbicara filosofis sekali saat lawan bicara saya sudah sepuh usianya. Atau persis balita, saat berhadapan dengan para balita. Yang saya tidak kuasai anak usia remaja, sepertinya usia segitu mulai paham kalau saya tidak lucu. Sepupu-sepupu saya misalnya, saya hampir tidak pernah diajak bicara hanya salam saat awal jumpa dan sesaat sebelum berpisah. Saya anggap usia segitu paling peka, kalau yang mereka hadapi bukan manusia yang lucu.
Tak apa, mungkin nanti ada waktunya yang berusia remaja juga memahami perkataan saya yang tidak punya atensi aneh aneh ini. Karena setiap perkataan ada tempatnya, maka saya akan terus berusaha dan belajar bagaimana menempatkan perkataan saya, pada siapa dan dimana tempatnya. Agar tak timbul fitnah, ataupun salah kaprah.
Fitnah maksudnya disini seperti yang saya ucapakan diawal. Kalau saya dibilang sombong dan sebagai macamnya. Padahal, bukan itu maksud saya sebenarnya dan tak salah pendengar juga sebagai orang yang mendengar setiap ucapan saya kala itu.
Maka saya hingga hari ini akhirnya belajar. Apa-apa yang kurang dalam diri saya, termasuk sesederhana berkomunikasi sehari-hari. Semoga, Allah memberikan keringanan hati kepada mereka untuk memaafkan saya karena satu dua perkataan yang khilaf di waktu lalu. Karena saya, juga telah memaafkan apa-apa yang kurang baik yang terjadi kepada saya di masa lalu.
Comments
Post a Comment